Kamis, 30 Agustus 2012

Sahabat Jadi Cinta Chapter 4


DISCLAIMER: Harry Potter adalah punya J. K. Rowling. But this story is belong to me (Ines Anggi Putri, HPF and Potterheads)
PAIRING: Harry Potter X Hermione Granger
WARNING: OOC, GaJe, typo
A/N: Hai! Saya datang kembali! XD Ada yang penasaran sama fanfic ini? Nggak ada? Oke.. :( Seperi yang aku bilang di chapter sebelumnya, disini adalah kisah-kisah Harry dan Hermione di tahun ke tujuh setelah Voldemort dead. Harry, Hermione, Ron dan teman-teman seangkatan mereka mengulang tahun ajaran mereka. Mudah-mudahan yang baca suka dan langsung ngecomment. Oke?

Read please...

“Hermione, tadi aku lihat si Malfoy menatapmu saat pelajaran transfigurasi,” Harry berusaha menahan amarah yang sudah bergejolak di dalam dadanya. Ia sudah yakin bahwa orang yang disukai Hermione adalah si Draco Malfoy itu. Benar-benar ingin ia hajar si Malfoy!
“Ya. Aku tahu itu. Memang kenapa?” Jawab Hermione santai. Tumben Hermione tidak marah kalau disangkut-pautkan dengan si Malfoy itu. Jangan-jangan dugaan Harry benar, kalau ternyata Malfoylah yang disukai Hermione. Benar-benar harus dihajar si Malfoy itu!
“Kenapa kau hanya biasa saja? Tumben kau tidak marah. Biasanya kalau kau disangkut-pautkan dengan Malfoy kau langsung marah.” Ucap Harry.
“Aku tidak peduli siapa yang sedang memandangku,” Hermione menghentikan langkahnya. Ia menatap mata hijau di depannya dengan sangat serius. Lalu ia melanjutkan, “aku hanya peduli kalau kau yang memandangku.”
“Maksudmu?” Ujar Harry tak mengerti.
“Ya sudahlah kalau kau tidak mengerti. Lupakan omonganku barusan.” Kata Hermione. “Omong-omong, dimana Ron? Tadi dia masih berjalan bersama kita.” Tanyanya.
“Dia tadi bersama Lavender. Mungkin mereka sudah ada di ruang rekreasi.” Jawab Harry. Ia kecewa karena Hermione tidak menjawab pertanyaannya barusan.
“Oh. Bersama si tukang gosip itu ya? Kok dia betah sih bersama si Lav-Lav nya itu?” Sindir Hermione. Dia masih kesal karena gosip itu. Bagaimana tidak, gosip itu sudah menyebar ke seluruh penjuru Hogwarts. Sekarang sebagian anak-anak memandang Hermione aneh. Yang perepuan memandangnya iri, karena bisa ‘menindih’ si Pangeran Slytherin itu. ‘Sekarang setelah dia dekat dengan Harry Potter si kapten Quidditch, the boy who lived, dan the chosen one itu, dia masih mengincar Draco Malfoy, yang dijuluki Pangeran Slytherin sekaligus kapten Quidditch Slytherin? Betapa rakusnya dia.’ Begitu sekarang kata banyak murid perempuan yang iri melihat Hermione. Sedangkan yang laki-laki, apalagi anak Gryffindor yang percaya saja dengan gosip TIDAK BENAR itu memandangnya sebal karena mereka benci sekali dengan Draco. Sisanya biasa saja karena mereka tahu Hermione tidak akan melakukan hal serendah itu.
“Kau masih sebal karena gosip itu?” Tanya Harry. Ia masih tidak percay gosip tidak masuk akal itu bisa dipercayai banyak orang.
“Sudahlah Harry tidak usah dibahas. Aku muak mendengarnya.” Kata Hermione sebal.

“Kau kira Hermione menyukai Malfoy? Tidak mungkin Harry! Hermione benci setengah mati sama orang itu! Bagaimana kau bisa menduga begitu?” Tanya Ron saat mereka sedang berada di kamar.
“Malfoy tadi menatap Hermione, sama sepertiku menatap Hermione. Bisa jadi Malfoy suka dengan Hermione sama seperti..” Harry tidak melanjutkan kalimatnya. Ia hampir saja memberi tahu Ron kalau dia suka Hermione.
“Sama seperti siapa? Sama seperti kau ya?” Goda Ron. Sekarang ia benar-benar yakin kalau yang disukai Harry adalah Hermione.
“Tidak Ron. Kau mengada-mengada saja.” Kata Harry tersipu. Benar-benar bukan seperti Harry.
“Kau mengaku sajalah.” Ucap Ron
“Tidak.”
“Iya.”
“Aku tidak menyukai Hermione.”
“Kau menyukai Hermione.”
“Aku tidak menyukai Hermione!”
“Kau tidak menyukai Hermione.”
“Aku menyukai Hermione!” Ups. Harry keceplosan.
“Tuh kan aku sudah bilang kau menyukai Hermione. Mengaku sajalah Harry, kalau kau menyukai Hermione!” Tandas Ron.
“Ya! Aku memang menyukainya. Apa yang kau mau lakukan? Percuma saja kalau dia ternyata menyukai Malfoy.” Ucap Harry lemas. Dia sudah yakin kalau Draco lah yang disukai Hermione.
“Yah kubantu kau mendapatkannya. Masa kau mau sahabat kita pacaran sama musuh bebuyutan kita? Kalau aku tidak setuju. Sangat tidak setuju!” Dukung Ron. Ia mendukung Harry sepenuhnya.
“Aku tidak yakin.” Harry mulai pesimis.
“Hei, sedang apa kalian disini?” tanya Neville yang sudah memasuki kamar mereka.
“Tidak ada,” jawab Ron, “nanti kita bicarakan lagi.” Kata Ron kepada Harry lalu ia keluar dari kamar.

‘Apa benar yang dikatakan Ron tadi?’ Pikir Harry. ‘Tapi aku yakin sekali kalau Malfoy suka dengan Hermione. Buktinya tadi dia memandang Hermione seperti itu tadi. Tapi Hermione? Apa Hermione suka Malfoy? Tapi kalau melihat dia yang sangat kesal dengan gosip itu, bisa dipastikan dia sangat benci si Malfoy. Tapi kan bisa jadi di hanya pura-pura.’ Semua pikiran itu berkecamuk di kepalanya. Ia masih pesimis kalau Hermione menyukainya. Atau mungkin Hermione masih suka dengan Ron? Atau dengan anak Hufflepuff? Ravenclaw? Durmstrang? Atau dengan orang yang paling tidak disukainya, Draco Malfoy? Harry masih bingung dengan hal itu. Mudah-mudahan bukan yang terakhir itu.

Di kamarnya, Hermione pun merenungkan hal yang sama dengan Harry. ‘Apa Harry belum sadar juga kalau dialah yang kusukai? Bukan Ron. Apalagi si ferret jelek itu. Kenapa Harry susah sekali sadar kalau selama ini aku sudah menaruh hati padanya? Susah sekali menyadarkan orang itu! Dia terlalu takut. Aku sebenarnya tahu itu. Tapi mau bagaimana lagi? Perasaan ini kan yang tahu hanya aku. Tidak ada lagi orang yang tahu ini. Tapi Harry kan belum tentu juga memiliki perasaan yang sama denganku. Bagaimana kalau tidak? Kalau ternyata aku yang terlalu percaya diri? Kalau Harry benar-benar tidak sadar juga, aku harus bagaimana? Argh!’ Pikir Hermione. Dia uring-uringan terus sampai ia sadar bahwa sore ini dia sudah berjanji latihan terbang bersama Harry.

“Maaf Harry. Aku lupa kalau sore ini kita latihan. Maaf.” Ucap Hermione menyesal. Gara-gara memikirkan Harry tadi, ia jadi melupakan latihan sore ini. Dan alasan ini tidak mungkin ia beri tahu ke Harry.
“ Tak apa Hermione. Karena kemarin kau sudah mulai berani terbang sendiri,  sepertinya kau bisa langsung terbang. Dan kali ini kau tidak ku bantu.” Tegas Harry.
Glek! Harry kok bisa separah itu mengajar Hermione? Hermione masih belum siap.kemarin saja ia sampai jatuh. Aduh Harry ini bagaimana sih?
‘Tapi aku harus bisa! Harry saja bisa, masa aku tidak bisa?’ Tekat Hermione. HARUS!
Hermione menaiki sapu firebolt Harry. ‘Kemarin kan aku sudah agak bisa terbang, sekarang harus lebih baik!’ Tekatnya.
Hermione menjejakkan kakinya, ia kemudian melayang di atas sapu firebolt Harry. Untung hari itu tidak terlalu dingin. Jadi Hermione bisa lebih lama bertahan di udara. Hermione mengelilingi Danau Hitam. Walaupun terbangnya masih seperti siput, itu sudah merupakan kemajuan besar!
“Bagus! Hermione, coba kau pelan-pelan arahkan sapu itu ke bawah! Agar kau bisa turun!” Perintah Harry.
Hermione masih agak takut melihat ke bawah. Ia hanya berada di ketinggian 8 meter di atas permukaan tanah, tetapi ia sudah sangat takut. Hermione memang takut ketinggian.
Hermione mencondongkan sapu Harry, pelan sekali bergeraknya. Hermione memang belum berani. Saat dia mencoba mencondongkan sapunya lebih condong ke bawah, ia malah terbang tak terkendali. Ia jatuh menubruk seseorang. Sapu Harry lebih dulu jatuh ke tanah, untung tidak ada yang rusak dengan sapunya. Tetapi, betapa malangnya Hermione, ia lagi-lagi jatuh, dan menubruk Draco Malfoy!
“Kau lagi! Jangan menubrukku!” Maki Draco. Ia sangat kesal sekali.
“Jangan salahkan aku karena kecelakaan itu Malfoy!” Seru Hermione kesal. Kenapa kalau dia bertemu dengan si ferret jelek ini ia selalu ketiban sial. Argh!
“Kalau kau tidak bisa terbang, jangan terbang dasar MUDBLOOD!! Atau kau mau belajar terbang karena kau suka dengan si Potter itu, mending tidak usah, karena dia sepertinya tidak menyukaimu!” Tandas Draco.
Hermione tidak bisa berkutik. Apa yang tadi dikatakan Draco memang benar sekali. Bagaimana bisa si Malfoy ini tahu perasaan Hermione? Atau mungkin dia Cuma bergurau? Tetapi itu kan sama saja!
Tak terasa air mata Hermione mengalir. Kata-kata Malfoy terngiang di kepalanya. Itulah hal yang ditakuti Hermione, bagaimana kalau Harry tidak menyukainya? Sia-siakah usahanya selama ini? Kalau Harry tidak menyukainya, percuma saja dia latihan sampai dia jatuh.
“MALFOY! Kau apakan Hermione?” Seru Harry marah. Ia tidak terima kalau Hermione dibentak oleh siapapun, terutama Malfoy.
Tanpa pikir panjang, Harry langsung menghajar Malfoy. ia menonjok Malfoy tepat di pipinya. Mulut Malfoy langsung mengeluarkan darah segar. Tetapi Harry tidak peduli. Ia tidak peduli kalau dia mendapat detensi, atau akan dimarahi guru. Asalkan Malfoy mendapat ganjaran karena telah membuat Hermione menangis.
“Harry! JANGAN!” Teriak Hermione. Tetapi itu tidak berpengaruh. Harry sedang kalap saat ini. Ia tidak bisa berpikir dingin. Jadi percuma saja menghalanginya.
Draco mengerang kesakitan. Anak-anak sudah mengelilinginya yang menahan sakit. Darah segar keluar dari mulut Draco. Guru-guru pun sudah datang.
“Siapa yang bertanggung jawab atas semua ini?” Tanya Prof. McGonagall.
“Saya.” Jawab Harry. Ia tahu ia bersalah. Ia tidak mau lari dari tanggung jawabnya. Tak apa kalau dia mendapat detensi. Ia sudah biasa mendapat detensi. Jadi dia terlalu khawatir.
“Mr. Potter, kau akan mendapatkan detensi!” Seru Prof. McGonagall.
Tampang Harry tidak menunjukkan perasaan bersalah sama sekali. Menurutnya ia pantas mendapatkan ini. Tetapi tidak dengan Hermione. Wajahnya memancarkan perasaan bersalah yang sangat mendalam. Ia pikir karena ia Harry bisa menonjok Malfoy.
“Harry, tak seharusnya kau melakukan itu. Kenapa kau memukul Malfoy?” Kata Hermione sedih.
“Ia harus menerima ganjarannya Hermione! Dia tak seharusnya membuamu menangis!” Seru Harry.
“Tapi kau tidak perlu...”
Harry menekan telunjuknya ke bibir Hermione. Ia menatap mata cokelat madu yang berada di depannya. “Aku melakukan itu semua karena aku menyayangimu Hermione!” Ucap Harry tulus. Kemudian ia meninggalkan Hermione yang sekarang mukanya sudah bersemu merah.
To Be Continued...
A/N: Yey! Akhirnya selesai juga chapter ini! Capek, menguras tenaga, dan menguras otak untuk bikin chapter ini. Gimana menurut para readers? Kalo aku sih puas sama chapter ini. Semoga para readers juga puas ya bacanya. Dan bisa nge-comment chapter ini. Karena masukan para readers perlu banget buat aku. Karena masukkan para readers itu sangat membangun aku. Jadi akhir kata comment ya! Comment! Comment! Okok? Kritik saran? Comment aja. Mudah-mudahan dari comment kalian aku bisa jauh lebih baik lagi dari sekarang.

0 komentar:

Posting Komentar

Hai! Please buat para readers disini untuk meninggalkan jejak! Comment! Don't be a silent readers please!^^
Co-Pas? boleh, asal menyertakan credit! Jangan copas sembarangan! Apalagi di post lagi tanpa credit, plagiat itu namanya!
Thank you!^^

Label

Curhatan (1) Facts (1) FanFiction (5) Puisi (2) Tugas (2)